BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Pembahasan
Sejak dianutnya konsepsi welfare staat
dan menimbulkan adanya kekuasaan freies Ermessen, timbulah suatu kekhawatiran
dari warga Negara atas terjadinya kesewenang-wenangan oleh pemerintah. Oleh
karena itu pada tahun 1946 pemerintah Belanda membuat suatu komisi yang
diketuai oleh De Monchy, Komisi ini selanjutnya disebut dengan komisi de
Monchy.
Komisi ini bertujuan untuk memikirkan
dan meneliti beberapa alternative untuk meningkatkan perlindungan hukum dari
tindakan pemerintah yang menyimpang. Pada tahun 1950 komisi De Monchy kemudian
melaporkan hasil penelitiannya tentang ‘ verhoodgde recht sbescherming’ dalam
bentuk Algemene Beginselen van Behorlijk Bestuur (ABBB) atau dapat pula disebut
AAUPB. Hasil penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah oleh
karena itu komisi ini pada akhirnya dibubarkan dan dibentuk komisi yang baru,
komisi ini bernama komisi van de Greenten dan komisi ini pun pada akhirnya
dibubarkan juga.
Dibubarkannya ke dua komisi diatas
disebabkan karena pemerintah Belanda sendiri pada waktu itu tidak sepenuh hati
dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum warga negaranya. Meskipun demikian
ternyata hasil penelitian De Monchy ini digunakan dalam pertimbangan
putusan-putusan Raad van State dalam perkara administrasi. Dengan kata lain
walaupun AAUPB ini tidak mudah dalam memasuki wilayah birokrasi tetapi lain
halnya dalam bidang peradilan.
Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan
dikenal dengan Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur (ABBB). Di Inggris
dikenal dengan The Principal of Natural Justice. Di Perancis disebut dengan Les
Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique. Di Belgia disebut dengan
Aglemene Rechtsbeginselen. Di Jerman dikenal sebagai Verfassung Prinzipien. Di
Indonesia dikenal dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Di
Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai norma
hukum tidak tertulis, namun tetap harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dalam
Wet AROB (Administrative Recht spraak Over heids beschikkingen) yakni
Ketetapan-ketetapan Pemerintah dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan
Kehakiman tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan
asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik. Hal itu dimaksudkan
bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh
hakim. Sebagai hukum tidak tertulis, arti yang tepat untuk ABBB bagi tiap
keadaan tersendiri, tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Paling sedikit
ada 7 ABBB yang sudah memiliki tempat yang jelas di Belanda, antara lain :
1.
Asas persamaan, yaitu hal-hal yang sama
harus diperlakukan sama.
2.
Asas kepercayaan, yaitu legal
expectation, harapan-harapan yang ditimbulkan (janji-janji, keterangan-keterangan,
aturan-aturan kebijaksanaan dan rencana-rencana) sebisa mungkin harus dipenuhi.
3.
Asas kepastian hukum, artinya secara
materiil menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu ketetapan dan
mengubahnya yang menyebabkan kerugian yang berkepentingan, kecuali karena 4
hal, yakni dipaksa oleh keadaan, ketetapan didasarkan atas kekeliruan,
ketetapan didasarkan atas keterangan yang tidak benar, dan syarat ketetapan
tidak ditaati. Secara formil ketetapan yang memberatkan dan menguntungkan harus
disusun dengan kata-kata yang jelas.
4.
Asas kecermatan, bahwa suatu ketetapan
harus diambil dan disusun dengan cermat.
5.
Asas pemberian alasan, yakni ketetapan
harus memberikan alasan, harus ada dasar fakta yang teguh dan alasannya harus
mendukung.
6.
Larangan penyalahgunaan wewenang atau
detournement depouvoir, maksudnya tidak diperkenankan menggunakan wewenang
untuk tujuan yang lain.
7.
Larangan bertindak sewenang-wenang atau
larangan willekeur, yakni tindakan sewenang-wenang, kurang memperhatikan
kepentingan umum, dan secara kongkrit merugikan.
B.
Rumusan
Masalah
Beberapa
rumusan masalah dalam makalah ini antara lain adalah :
1. Apa
itu Pemerintahan dan Pemerintah?
2. Apa
pengertian Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia?
3. Bagaimana
perkembangan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia?
4. Bagaimana
kedudukan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia?
5. Apa
Fungsi dan Arti Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia?
C.
Tujuan
Penyusunan Makalah
Selain untuk memenuhi tugas kelompok
pada Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara, kami juga berharap pembaca
mendapatkan manfaat positif dari makalah yang kami susun ini. Adapun tujuan
dalam penyusunan makalah Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
adalah untuk mengetahui tentang :
1. Pemerintahan
dan Pemerintah
2. Pengertian
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
3. Perkembangan
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
4. Kedudukan
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
5.
Fungsi dan Arti Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pemerintah dan Pemerintahan
Pemerintah adalah organisasi yang
memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam bentuk penerapan hukum dan
undang-undang di kawasan tertentu yang merupakan Kawasan yang berada di bawah
kekuasaan mereka.
Pemerintah dalam arti luas didefinisikan
sebagai suatu bentuk organisasi yang bekerja dengan tugas menjalankan suatu
sistem pemerintahan. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif
Pemerintah dalam arti sempit adalah
suatu badan persekumpulan yang memiliki kebijakan tersendiri untuk mengelola, mengatur,
serta mengatur jalannya suatu sistem pemerintahan.
Jika pemerintah adalah lebih kearah organ,
pemerintahan menunjukkan kearah bidang dan fungsi. Pemerintahan merupakan organisasi
atau wadah orang yang mempunyai kekuasaan dan lembaga tempat mereka menjalankan
aktivitas.
Pemerintahan adalah proses atau cara
pemerintah memegang wewenang ekonomi, politik, administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemerintahan dalam arti luas adalah
semua mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-organ, badan atau
lembaga, alat kelengkapan negara yang menjalankan berbagai aktivitas untuk
mencapai tujuan negara. Lembaga negara yang dimaksud adalah lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif.
Pemerintahan dalam arti sempit adalah
semua aktivitas, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga untuk
mencapai tujuan negara. Pemerintah dalam arti luas adalah semua aktivitas yang
terorganisasi yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada
dasar negara, rakyat, atau penduduk dan wilayah negara itu demi tercapainya
tujuan negara. Pemerintahan juga dapat didefinisikan dari segi struktural
fungsional sebagai sebuah sistem struktur dan organisasi dari berbagai dari
berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk
mencapai tujuan negara (Haryantodkk, 1997).
Definisi
pemerintahan menurut beberapa ahli:
1. Aim
abdulkarim
Pemerintahan
adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat dan kepentingan Negara.
2. Minto
Rahayu
Pemerintahan
merupakan suatu seni adalah hal yang wajar, yaitu kemampuan menggerakkan
organisasi-organisasi, administrator, dan kekuasaan kepemimpinan, serta
kemampuan menciptakan, atau kemampuan mendalangi bawahan serta mengatur lakon
pemerintah sebagai penguasa.
3. J.
Kristiadi
Pemerintahan
merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh pemerintah yang melakukan
kekuasaan memerintah atas nama Negara terhadap orang yang diperintah
(masyarakat).
4. Hanif
nurcholis
Pemerintahan adalah semua urusan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat.
5. Muhadam
labolo
Pemerintahan
merupakan kebutuhan yang diadakan untuk kemudian dihindari pada titik tertentu.
6. P.N.H.
Simanjuntak
Pemerintahan
merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama
rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkanakan menjamin
bahwa kekuasaan yang di perlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh
mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.
B.
Pengertian
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
asas mengandung beberapa arti. Asas dapat mengandung arti sebagai dasar
(sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat), dasar cita-cita
(perkumpulan atau organisasi), hukum dasar. Jadi bertitik tolak dari arti
harfiah asas yang dikemukakan di atas, asas-asas umum pemerintahan yang baik
dapat dipahami sebagai dasar umum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Asas-asas umum pemerintahan adalah asas
yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas
ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN. Siapa yang peduli asas? Mungkin hanya kalangan akademisi. Padahal
asas hukum adalah jantungnya aturan hukum, menjadi titik tolak berpikir,
pembentukan dan intepretasi hukum. Sedangkan peraturan hukum merupakan patokan
tentang perilaku yang seharusnya, berisi perintah, larangan, dan kebolehan.
Istilah
asas pemerintahan yang baik di beberapa Negara ialah
1)
Di Belanda dikenal dengan “Algemene
Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB)
2)
Di Inggris dikenal “The Principal of
Natural Justice”
3)
Di Perancis “Les Principaux Generaux du
Droit Coutumier Publique”
4)
Di Belgia “Aglemene Rechtsbeginselen”
5)
Di Jerman “Verfassung Sprinzipien”
6)
Di Indonesia “Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Baik”.
C.
Perkembangan
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Asas-asas umum pemerintahan yang baik
lahir dari praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan sehingga bukan
produk formal suatu lembaga negara seperti undang-undang. Asas-asas umum
pemerintahan yang baik lahir sesuai dengan perkembangan zaman untuk
meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak individu. Fungsi asas-asas umum
pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintah adalah sebagai pedoman
atau penuntun bagi pemerintah atau pejabat administrasi negara dalam rangka pemerintahan
yang baik (good govermance).
Perkembangan zaman menuntut pemerintah
atau pejabat administrasi negara untuk semakin memperhatikan aspek kepastian
hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan demi ketentraman dan ketertiban
kehidupan masyarakat. Aspek ketentraman dan ketertiban menjadi bagian dari
aspek pelayanan pemerintah atau pejabat administrasi negara terhadap anggota
masyarakat. Salah satu pelayanan tersebut adalah penyelenggaraan kebijakan yang
bersifat taat (konsisten). Konsistensi kebijakan merupakan suatu kebutuhan yang
sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, antara lain demi memenuhi
tuntutan perlakuan yang sama terhadap segenap warga negara atau untuk
menghindari tindakan yang sewenang-wenang. Perkembangan ini mendorong asas-asas
umum pemerintahan yang baik berkembang ke arah yang lebih positif yang semakin menambah
kekuatan mengikat asas-asas pemerintahan yang baik tersebut. Asas-asas umum
pemerintahan yang baik yang sebelumnya merupakan etika penyelenggaraan
pemerintahan, kemudian berkembang menjadi asas-asas hukum pemerintahan yang
tidak tertulis. Dengan perkembangan ini, asas-asas umum pemerintahan yang baik
semakin memiliki arti dan fungsi yang sangat penting dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan.
Perkembangan asas-asas umum pemerintahan
yang baik dari sekedar tendensi etis menjadi hukum tidak tertulis dapat disebut
sebagai proses positifisasi asas-asas umum pemeritahan yang baik. Di Indonesia,
proses positifisasi asas-asas hukum ke arah yang lebih positif, seperti di
negara-negara lain, juga terjadi. Kecenderungan proses yang demikian sudah
mulai tampak sejak tahun 1994. Dalam salah satu diskusi yang berlangsung di
Jakarta pada tahun 1994 ditarik kesimpulan bahwa asas-asas umum pemerintahan
yang baik merupakan kaidah hukum yang tidak tertulis. Dalam diskusi mengenai
asas-asas umum pemerintahan yang baik yang diselenggarakan di Jakarta oleh
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara pada Tahun 1994
tersebut diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
“bahwa perumusan AAUPB beserta perincian
asas-asasnya secara lengkap memang tidak dikumpulkan dan dituangkan secara
konkret dan formal dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan khusus
tentang AAUPB sebab asas-asas yang bersangkutan justru merupakan kaidah hukum
tidak tertulis sebagai pencerminan norma-norma etis berpemerintahan yang wajib
diperhatikan dan dipatuhi disamping mendasarkan pada kaidah-kaidah hukum
tertulis.”
Proses positifisasi asas-asas umum
pemerintahan yang baik terus berlangsung dalam perkembangan selanjutnya. Oleh
karena itu, perkembangan asas-asas umum pemerintahan yang baik ke arah yang
lebih positif semakin memperkokoh kehadiran asas-asas umum pemerintahan yang
baik dalam lingkungan tata hukum nasional dan praktik penyelenggaraan
pemerintah. Dalam perkembangan yang terakhir, asas-asas umum pemerintahan yang
baik berkembang menjadi hukum positif tertulis sebab sebagian dari asas-asas
umum pemerintahan yang baik kemudian dituangkan secara formal dalam
undang-undang.
Peningkatan status hukum asas-asas umum
pemerintahan yang baik, dari tendensi-tendensi etis (etika pemerintahan)
menjadi hukum positif tidak tertulis atau hukum tertulis, membuat keberadaan
asas-asas umum pemerintahan yang baik semakin penting dalam konteks teori
ataupun praktik pemerintahan. Bahkan, di kemudian hari, sifat kepastian hukum
asas-asas umum pemerintahan yang baik tidak mustahil akan semakin meningkat
jika asas-asas umum pemerintahan yang baik itu secara khusus dituangkan secara
formal dalam suatu undag-undang. Jika asas-asas umum pemerintahan yang baik
tersebut dituangkan secara khusus dalam suatu undang-undang, berarti asas-asas
umum pemerintahan yang baik akan mempunyai kedudukan yang semakin kuat.
Pengertian
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik menurut para ahli :
1. Ridwan
HR
Pemahaman mengenai AAUPB tidak hanya dapat dilihat
dari segi kebahasaan saja namun juga dari segi sejarahnya, karena asas ini
timbul dari sejarah juga. Dengan bersandar pada kedua konteks ini, AAUPB dapat
dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian
penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan, adil, terhormat, bebas dari
kedzaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang, dan
tindakan sewenang-wenang.
2. Jazim
Hamidi
Definisi AAUPB menurut hasil penelitian Jazim Hamidi,
antara lain :
a)
AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang
hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum Administrasi Negara.
b)
AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi
para pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat
uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang
berwujud penetapan atau beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi
pihak penggugat.
c)
Sebagian besar dari AAUPB masih
merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digalidalam
praktik kehidupan di masyarakat.
d) Sebagian
asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai
peraturan hukum positif.
3. Crince
le Roy
Konsepsi AAUPB menurut Crince le Roy yang meliputi:
asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi
untuk setiap keputusan badan pemerintah, asas tidak boleh mencampuradukkan
kewenangan, asas kesamaan dalam pengambilan keputusan, asas permainan yang
layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar,
asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, dan asas perlindungan
atas pandangan hidup pribadi.
4. Hadjon
AAUPB yang telah mendapat pengakuan dalam praktek
hukum di Belanda, yaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum,
asas kecermatan, asas pemberian alasan (motivasi), larangan penyalahgunaan
wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang.
D.
Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) di Indonesia
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di
Indonesia diakui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum
formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan
agar asas-asas itu dimasukan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan
badan/pejabat tata usaha Negara. Akan tetapi putusan ini ditolak oleh
pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku selaku Menteri
Kehakiman saat itu. Alasan tersebut adalah sebagai berikut :
“Menurut hemat kami, dalam praktik
ketatanegaraan kita maupun dalam Hukum Tata Usaha Neagara yang berlaku di Indonesia,
kita belum mempunyai kriteria tentang algemene beginselen van behoorlijk
bestuur tersebut yang berasal dari negeri Belanda. Pada waktu ini kita belum
memiliki tradisi administrasi yang kuat mengakar seperti halnya di
negara-negara kontinental tersebut. Tradisi demikian bisa dikembangkan melalui
yurisprudensi yang kemudian akan menimbulkan norma-norma. Secara umum prinsip
dari Hukum Tata Usaha Negara kita selalu dikaitkan dengan aparatur pemerintahan
yang bersih dan berwibawa yang konkretisasi normanya maupun pengertiannya masih
sangat luas sekali dan perlu dijabarkan melalui kasus-kasus yang konkret”.
Tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN
bukan berarti eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena ternyata seperti
yang terjadi di Belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama
pada PTUN, sebagaimana akan terlihat nanti pada sebagian contoh-contoh putusan
PTUN. Kalaupun AAUPB ini tidak terakomodasi dalam UU PTUN, tetapi sebenarnya
asas-asas ini dapat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia karena
memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang Kekuasaan
Pokok Kehakiman: “Pengadilan tidak boleh menolak menolak untuk memeriksa dan
mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Dalam pasal 27
ayat (1) UU No. 14/1970 ditegaskan; “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan
wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat.” Dengan ketentuan pasal ini, asas-asas ini memiliki peluang untuk
digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.
Seiring dengan perjalanan waktu dan
perubahan politik Indonesia, asas-asas ini kemdian muncul dan dimuat dalam
suatu undang-undang, yaitu UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).[5] Pasal 1 angka 6
menyebutkan bahwa asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang
menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28/1999
menyebutkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi:
1. Asas
kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
2. Asas
tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3. Asas
kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Asas
keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas
proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas
profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas
akuntabilitas, yaitu asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara
negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia, pemikiran tentang
asas-asas umum pemerintahan yang baik secara populer kali pertama disajikan
dalam buku Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa
Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara’ mengetengahkan
13 asas yaitu:
1. Asas
kepastian hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek,
yang satu lebih bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum
material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas
kepastian hukum menghalangi badan pemerintahan untuk menarik kembali suatu
keputusan. Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah
diperoleh seorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Jadi demi kepastian
hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk
dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun
aspek yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa
ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan
yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian
hukum memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat
apa yang dikehendaki daripadanya.
2. Asas
keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan
antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini
menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau
kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seorang sehingga
memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan
persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum. Artinya terhadap
pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan orang yang berbeda akan
dekenakan sanksi yanga sama, sesuai dengan kriteria yang ada dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia asas keseimbangan ini
terdapat contoh dalam hukum positif yang berisi kriteria pelanggaran dan
penerapan sanksinya yaitu sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 PP No. 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai. Dalam pasal tersebut ditentukan
sebagai berikut :
1)
Hukum disiplin ringan berupa;
a.
Teguran Lisan
b.
Teguran Tertulis
c.
Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2)
Hukuman disiplin sedang berupa;
a.
Penundaan kenaikan gaji berkala untuk
paling lama satu tahun
b.
Penurunan gaji yang besarnya satu kali
kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
c.
Penundaan kenaikan pangkat untuk paling
lama satu tahun.
3) Hukuman
disiplin berat berupa;
a.
Penurunan pangkat yang setingkat lebih
rendah untuk paling lama satu tahun
b.
Pembebasan dari jabatan
c.
Pemberhentian dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
3. Asas
kesamaan
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan,
asas ini menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam
arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa
pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah
pada pelaksanaan wewenang bebas.
4. Asas
bertindak cermat
Asas kecermatan mensyaratkan agar badan
pemerintahan sebelum mengambil keputusan, meneliti semua fakta yang relevan dan
memuaskan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Bila
fakta-fakta penting kurang teliti, itu berarti tidak cermat. Asas kecermatan
membawa serta, bahwa badan pemerintah tidak boleh dengan mudah menyimpangi
nasehat yang diberikan apalagi bila dalam panitia penasihat itu duduk ahli-ahli
dalam bidang tertentu. Penyimpangan memang dibolehkan, tetapi mengharuskan
pemberian alasan yang tepat dan kecermatan yang tinggi. Di bawah ini ada
beberapa putusan PTUN yang berkaitan dengan alasan asas kecermatan :
a.
Putusan PTUN Medan No.
70/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan para penggugat terhadap surat pembebasan
tugas oleh Kepala Kantor Urusan Agama. Dalam fundamentum petendinya disebutkan;
“bahwa tergugat tidak meneliti dengan seksama tentang rekayasa pengaduan jemaah
Masjid B dan tidak meneliti tentang hasil pengaduan tersebut”. PTUN
menyimpulkan bahwa dihubungkan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik,
khususnya asas kecermatan maka jelas surat keputusan tergugat telah menyimpang
dari asas tersebut.
b.
Putusan PTUN Medan No. 65/1992/PTUN-
Medan mengenai gugatan seorang purnawirawan ABRI melawan Kepala kantor Badan
Pertanahan Kabupaten. Penggugat mendalilkan bahwa tanpa sepengetahuan
penggugat, tergugat mengeluarkan sertifikat atas nama AWN, padahal tanah itu
milik penggugat. PTUN mempertimbangkan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan asas kecermatan dan kurang hati-hati.
c.
Putusan PTUN Palembang No.
16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan seorang pegawai Universitas Bengkulu
terhadap Rektor yang memutasikan dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan
kesalahannya dulu. Tindakan Rektor dipersalahkan karena dalam keputusannya
melanggar asas kecermatan formal.
5. Asas
motivasi untuk setiap putusan
Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini
menghendaki setiap ketetapan harus mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai
dasar dalam menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif,
dan adil. Alasan sedapat mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak
puas dapat mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan
digunakan hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.
Asas ini menghendaki agar setiap
keputusan badan-badan pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang
cukup sebagai dasar ini harus benar dan jelas, sehingga pihak administrable
memperoleh pengertian yang cukup jelas atas keputusan yang ditujukan kepadanya.
Asas pemberian hal ini dapat dibedakan dalam tiga sub varian berikut ini:
a.
Syarat bahwa suatu ketetapan harus
diberi alasan
Pemerintah harus dapat memberikan
alasan mengapa ia telah mengambil suatu ketetapan tertentu. Yang berkepentingan
berhak mengetahui alasan-alasannya. Bila suatu ketetapan merugikan satu orang
atau lebih yang berkepentingan, pemerintah yang baik mensyaratkan bahwa
pemberian alasan sedapat mungkin segera diumumkan atau diberitahukan
bersama-sama dengan ketetapan. Agar perlindungan hukum administrasi dapat
berfungsi dengan baik, hak memperoleh alasan-alasan dari suatu ketetapan ini
penting sekali. Sebab yang berkepentingan tidak dapat menyusun argumentasi yang
baik dalam permohonan banding atau surat keberatannya, bila ia tidak mengetahui
dasar-dasar apa yang akan dipakai untuk ketetapan yang merugikan dirinya. Juga
bagi hakim tersedianya dasar-dasar ini merupakan keharusan, karena sukar untuk
menilai isi dari ketetapan yang diambil, tanpa memiliki argumentasi.
b.
Ketetapan harus memiliki dasar fakta
yang teguh
Fakta yang menjadi titik tolak dari
ketetapan harus benar. Bila ternyata bahwa fakta-fakta pokok berbeda dari apa
yang dikemukakan atau diterima oleh badan pemerintah, maka dasar fakta yang
teguh dari alasanalasan tidak ada. Dalam hal ini biasanya terdapat cacat dalam
kecermatan.
c.
Pemberian alasan harus cukup dapat
mendukung
Pemberian alasan di samping harus
masuk akal juga secara keseluruhan harus sesuai dan memiliki kekuatan yang
menyakinkan. Karena pada umumnya hampir semua yang cacat dalam suatu ketetapan
dapat dikembalikan pada cacat dalam pemberian alasan. Begitu pula keadaan-keadaan
interprestasi Undang-undang yang keliru kadang kala dikembalikan pada cacat
dalam pemberian alasan dari pada bertentangan dengan suatu peraturan yang
keliru atau suatu aturan kebijaksanaan, mengarah pada kesimpulan adanya pemberian
alasan yang cacat.
6. Asas
jangan mencampurkan adukan wewenang
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan,
di mana pejabat Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk
melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara. Asas ini
menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk
tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau
menggunakan wewenang yang melampaui batas.
7. Asas
permainan yang layak
Asas ini menghendaki agar warga negara
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri
dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan
administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan
dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara. Disamping itu, pejabat
administrasi harus mematuhi aturan-aturan yang yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, juga dituntut bersikap jujur dan terbuka
terhadap segala aspek yang berkaitan dengan hak-hak warga negara.
Asas ini penting dalam peradilan
administrasi negara karena terdapat perbedaan kedudukan antara pihak penggugat
dengan tergugat. Pejabat selaku pihak tergugat secara politis memiliki
kedudukan lebih tinggi dibanding dengan kedudukan penggugat. Selaku pihak yang
memiliki kedudukan yang lebih tinggi, tergugat akan lebih sukar mengakui
kekeliruan atau kesalahan yang dilakukannya karena hal ini berkaitan dengan
kredibilitas dan harga diri dari pejabat negara yang bersangkutan.
Instansi yang mengeluarkan keputusan
tidak boleh menghalang-halangi seseorang yang berkepentingan untuk memperoleh
keputusan yang akan menguntungkan baginya. Bila seorang yang terkena keputusan
itu mengajukan banding administratif, kemudian instansi yang mengeluarkan
keputusan itu berusaha menekan atau mempengaruhi instansi banding, maka
putusannya dapat dibatalkan karena bertentangan dengan asas fair play.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan
negara hukum demokratis, keberadaan asas keterbukaan tidak lagi diabaikan. Asas
keterbukaan ini mempunyai fungsi-fungsi penting, yaitu :
a.
fungsi partisipasi : keterbukaan sebagai
alat bagi warga untuk ikut serta dalam proses pemerintahan secara mandiri;
b.
fungsi pertanggungjawaban umum dan pengawasan
keterbukaan : pada satu sisi sebagai alat bagi penguasa untuk memberi
pertanggungjawaban di muka umum, pada sisi lain sebagai alat bagi warga untuk
mengawasi penguasa;
c.
fungsi kepastian hukum : keputusan-keputusan
penguasa tertentu yang menyangkut kedudukan hukum para warga demi kepentingan
kepastian hukum harus dapat diketahui, jadi harus terbuka;
d.
fungsi hak dasar : keterbukaan dapat
mengajukan penggunaan hak-hak dasar seperti hak pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat,
dan hak untuk berkumpul dan berbicara;
Meskipun asas keterbukaan ini demikian
penting, seiring dengan perkembangan dan tuntutan demokratisasi, namun belum
mendapat kajian serius dalam berbagai literatur hukum administrasi negara, yang
banyak tercantum adalah asas fair play atau asas permainan yang layak.
Melalui keterangan dan contoh kasus
tampak bahwa asas ini menuntut pada pejabat administrasi agar selalu di samping
mematuhi aturan-aturan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku juga dituntut untuk bersikap jujur dan terbuka terhadap segala
aspek yang berkaitan dengan hak-hak warga negara.
8. Asas
keadilan atau kewajaran
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas
keadilan menuntut tindakan secara proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan
hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah
memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan
dengan moral, adat istiadat.
9. Asas
menanggapi penghargaan yang wajar
Asas Kepercayaan dan Menanggapi
Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang
dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika
suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik
kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
Menurut
Indroharto asas ini muncul karena dua sebab yaitu :
1)
harapan-harapan dapat terjadi dengan
perundang-undangan, perundang-undangan semu, dengan garis tetap
keputusan-keputusan yang sama tapi detik itu tetap secara konsisten dilakukan
penguasa, penerangan dan penjelasan-penjelasan yang telah diberikan oleh
penguasa yang bersangkutan, kesanggupan-kesanggupan yang dikeluarkan,
beschikking yang sebelumnya dikeluarkan, suatu perjanjian yang telah dibuat,
atau dengan perbuatan-perbuatan faktual penguasa, dengan membiarkan keadaan
ilegal berjalan beberapa waktu;
2)
syarat diposisi, atas dasar kepercayaan
yang ditimbulkan itu seorang telah berbuat sesuatu yang kalau kepercayaan itu
tidak ditimbulkan pada dirinya, ia akan berbuat demikian. Contohnya ia mengira
gajinya mesti naik sekian bulan depan karena sudah diberi tahu oleh atasannya,
karenanya ia mengadakan pengeluaran-pengeluaran yang tidak akan ia lakukan
kalau ia tidak ditimbulkan kepercayaan itu pada dirinya. Setelah ia mengadakan
pegeluaran ekstra, tentunya ia menderita kerugian yang disebabkan oleh
kepercayaan yang ditimbulkan tersebut.
10. Asas
meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas ini menghendaki agar kedudukan
seseorang dipulihkan kembali sebagai akibat dari keputusan yang batal atau asas
ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang
bersangkutan harus diberi ganti rugi atau rehabilitasi.
Di Indonesia ketentuan asas ini terdapat
pada pasal 9 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi; Seorang yang
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan
Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan, berhak menuntut gati kerugian dan rehabilitasi”. pengertian
rehabilitasi terdapat dalam pasal 1 butir 23 KUHP yaitu, hak seorang untuk
mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya yang diberikan pada tingkat penyelidikan, penuntutan ataupun
peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan Undangundang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Dalam
kaitanya dengan pegawai negeri, menjelaskan pasal 21 ayat (2) UU No. 5 Tahun
1986 disebabkan bahwa rehabilitasi pemulihan hak penggugat di kemampuan
kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum
ada keputusan yang disengketakan. Di pemulihan hak tersebut termasuk juga
hak-hak yang ditimbulkan oleh kemampuan kedudukan dan harkat sebagai pegawai
negeri.
11. Asas
perlindungan atas pandangan hidup
Asas Perlindungan atas Pandangan atau
Cara Hidup Pribadi, asas ini menghendaki pemerintah melindungi hak atas
kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan warga negara. Penerapan asas ini
dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung
tinggi masyarakat. Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika
bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.
12. Asas
kebijaksanaan
Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan
keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada peraturan
perundang-undangan formal.
13. Asas
penyelenggaraan kepentingan umum
Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas
ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan
kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang
banyak. Mengingat kelemahan asas legalitas, pemerintah dapat bertindak atas
dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
Penyelenggaraan
kepentingan umum dapat berwujud hal-hal sebagai berikut :
a.
Memelihara kepentingan umum yang khusus
mengenai kepentingan negara. Contohnya tugas pertahanan dan keamanan.
b.
Memelihara kepentingan umum dalam arti
kepentingan bersama dari warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga
negara sendiri. contohnya persediaan sandang pangan, perumahan, kesejahteraan,
dan lain-lain.
c.
Memelihara kepentingan bersama yang
tidak seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk
bantuan negara. Contohnya pendidikan dan pengajaran, kesehatan dan lain-lain.
d.
Memelihara kepentingan dari warga negara
perseorangan yang tidak seluruhnya dapat dilaksanakan oleh warga negara
sendiri, dalam bentuk bantuan negara. Adakalanya negara memelihara seluruh
kepentingan perseorangan tersebut. contohnya pemeliharaan fakir miskin, anak
yatim, anak cacat, dan lain-lain.
e.
Memelihara ketertiban dan keamanan, dan
kemakmuran setempat. Contohnya peraturan lalu lintas, pembangunan, perumahan
dan lain-lain.
e.
E.
Kedudukan
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Sistem Hukum
Berdasarkan pendapat Van Wijk/Williem
Konjnenbelt dan Ten Berge tersebut tampak bahwa kedudukan AAUPB dalam sistem
hukum adalah sebagai hukum tidak tertulis.
Sebenarnya menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan
salah faham, sebab dalam konteks ilmu hukum telah dikenal bahwa antara “asas”
dan “norma” itu terdapat perbedaan. Pada kenyataannya, AAUPB ini meskipun
merupakan asas, namuntidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak,
dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang
secara tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi hukum. Oleh
karena itu Jazim Hamidi menyatakan bahwa sebagian AAUPB masih merupakan asas
hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau kaidah hukum.
F.
Fungsi dan Arti Penting
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
AAUPB
memiliki arti penting sebagai berikut.
1. Bagi
Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat suamir,
samar atau tidak jelas.
2. Bagi
warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai
dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986.
3. Bagi
hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan
yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
4. Kecuali
itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyusun dapat menarik beberapa
kesimpulan dari pembahasan diatas bahwa Good governance dapat dikatakan bermula
dari adanya rasa ketakutan sebagian masyarakat terhadap tindakan pejabat negara
atau administrasi negara untuk bertindak secara bebas (freies ermessen).
Kewenangan yang ada pada pejabat negara tersebut dikuatirkan akan menimbulkan
kerugian bagi warga masyarakat, oleh karenanya kemudian muncul suatu konsep
yang menitikberatkan pada prinsip umum pemerintahan yang baik atau yang kini
lebih dikenal dengan good governance.
Rambu-rambu pelaksanaan asas umum
pemerintahan yang baik di Indonesia sesungguhnya terdapat dalam Pembukaan
Undang- Undang Dasar 1945, dimana dalam UUD’45 terdapat sila Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab. Ini menunjukkan adanya kewajiban pemerintah untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur sesuai dengan cita-cita moral yang luhur
dari rakyat.
Asas pemerintahan yang baik menuntut
partisipasi, keterbukaan, pertanggung jawaban umum dan pengawasan kepastian
hukum. Untuk terlaksananya pemerintahan yang bersih, maka para penyelenggara
administrasi tidak cukup hanya berpegang pada aturan normatif undang-undang.
Mereka juga harus berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Asas-asas tersebut sebagai peningkatan perlindungan hukum bagi warganegara.
Asas-asas umum pemerintahan adalah asas
yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hokum. Asas-asas
ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN.
Peningkatan status hukum asas-asas umum
pemerintahan yang baik, dari tendensi-tendensi etis (etika pemerintahan)
menjadi hukum positif tidak tertulis atau hukum tertulis, membuat keberadaan
asas-asas umum pemerintahan yang baik semakin penting dalam konteks teori
ataupun praktik pemerintahan.
Adapun macam-macam asas umum
pemerintahan yang baik di Indonesia yaitu asas kepastian hukum, asas
keseimbangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas bertindak cermat,
asas motivasi, asas tidak mencampur adukkan kewenangan, asas permainan yang
layak, asas keadilan atau kewajaran, asas meniadakan akibat keputusan yang
batal, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas perlindungan atas pandangan
hidup pribadi, asas kebijaksanaan, asas penyelenggaraan kepentingan umum.
Dengan diundangkannya UU No. 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Asas-asas umum
pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dirumuskan
sebagai Asas umum Penyelenggaraan negara.
B.
Kritik
dan Saran
Kritik dan saran sangat kami harapkan
dalam makalah ini, segala kekurangan yang ada dalam makalah ini karena
kelalaian ataupun ketidaktahuan kami dalam penyusunannya. Segala hal yang tidak
relevan, kekurangan dalam pengetikan atau bahkan ketidak jelasan dalam makalah
ini merupakan proses kami dalam mempelajari bidang studi ini dan diharapkan
bagi kami sebagai penyusun ataupun bagi pembaca dapat mengambil hal yang
positif dari makalah ini.
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
Reviewed by Unknown
on
Mei 14, 2016
Rating:
Tidak ada komentar: